Qn Forum

Ask Your Questions in Related Category

Pengertian Reklamasi Dan Sistemnya

Pengertian Reklamasi, Tujuan dan Sistemnya - Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai di wilayah tersebut dan juga dimanfaatkan untuk keperluan konservasi wilayah pantai. 

Reklamasi ini dilakukan bilamana suatu wilayah sudah tererosi atau terabrasi cukup parah sehingga perlu dikembalikan seperti kondisi semula, karena lahan tersebut mempunyai arti penting bagi negara. Salah satu contoh reklamasi yang sedang banyak dibicarakan adalah reklamasi pantai di Jakarta Utara.

Pengertian Reklamasi

Reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris yaitu to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Lebih lanjut dijelaskan dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea). Arti kata reclamation diterjemahkan sebagai pekerjaan memperoleh tanah. Ada beberapa sumber yang mendefinisikan arti dari reklamasi yaitu sebagai berikut :
  1. Menurut Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005), reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
  2. Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52 Tahun 2011 menyebutkan bahwa, reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan.
  3. Berdasarkan Pedoman Pengembangan Reklamasi Pantai dan Perencanaan Bangunan Pengamanannya (2004), reklamasi pantai adalah meningkatkan sumberdaya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomis.
  4. Menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi sendiri mempunyai pengertian yaitu usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang produktif (seperti rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa pasang surut gambut maupun pantai) menjadi daerah produktif (perkebunan, pertanian, permukiman, perluasan pelabuhan) dengan jalan menurunkan muka air genangan dengan membuat kanal – kanal, membuat tanggul/ polder dan memompa air keluar maupun dengan pengurugan.
  5. Berdasarkan Modul Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi (2007) adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, atau pun di danau. 
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reklamasi pantai adalah upaya peningkatan kegunaan daerah pantai untuk keperluan perumahan, pertanian maupun perluasan wilayah.

Tipologi Kawasan Reklamasi


Menurut Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007), kawasan reklamasi dibedakan menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsinya yakni :
  • Kawasan Perumahan dan Permukiman.
  • Kawasan Perdagangan dan Jasa.
  • Kawasan Industri.
  • Kawasan Pariwisata.
  • Kawasan Ruang Terbuka (Publik, RTH Lindung, RTH Binaan, Ruang Terbuka Tata Air).
  • Kawasan Pelabuhan Laut / Penyeberangan.
  • Kawasan Pelabuhan Udara.
  • Kawasan Mixed-Use.
  • Kawasan Pendidikan.
Selain berdasarkan fungsinya, kawasan reklamasi juga dibagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan luasan dan lingkupnya sebagai berikut :
  • Reklamasi Besar yaitu kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha dan mempunyai lingkup pemanfaatan ruang yang sangat banyak dan bervariasi. Contoh : Kawasan reklamasi Jakarta.
  • Reklamasi Sedang merupakan kawasan reklamasi dengan luasan 100 sampai dengan 500 Ha dan lingkup pemanfaatan ruang yang tidak terlalu banyak ( ± 3 – 6 jenis ). Contoh : Kawasan Reklamasi Manado.
  • Reklamasi Kecil merupakan kawasan reklamasi dengan luasan kecil (dibawah 100 Ha) dan hanya memiliki beberapa variasi pemanfaatan ruang ( hanya 1-3 jenis ruang saja ). Contoh : Kawasan Reklamasi Makasar.

Tujuan dan Manfaat Reklamasi

Tujuan reklamasi menurut Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007) yaitu untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat. 

Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata terpadu.

Sedangkan menurut Perencanaan Kota (2013), tujuan dari reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pengembangan kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.

Menurut Max Wagiu (2011), tujuan dari program reklamasi ditinjau dari aspek fisik dan lingkungan yaitu:
  • Untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat gelombang laut.
  • Untuk memperoleh tanah baru di kawasan depan garis pantai untuk mendirikan bangunan yang akan difungsikan sebagai benteng perlindungan garis pantai. 
Adapun kebutuhan dan manfaat reklamasi dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari aspek tata ruang, suatu wilayah tertentu perlu direklamasi agar dapat berdaya dan memiliki hasil guna. Untuk pantai yang diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan. 

Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti kontainer, pergudangan dan sebagainya. 

Dalam perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat ini menjadi area yang sangat luas dan berkembangnya industri karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang memiliki pangsa ekspor–impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi. 

Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin mahalnya daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat menjadikan reklamasi sebagai pilihan bagi negara maju atau kota metropolitan dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan pemukiman. 

Dari aspek sosial, reklamasi bertujuan mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan meciptakan wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai. 

Aspek lingkungan berupa konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu di kawasan pantai karena perubahan pola arus air laut mengalami abrasi, akresi ataupun erosi. Reklamasi dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena ketiga permasalahan tersebut ke bentuk semula.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan reklamasi adalah untuk memperoleh lahan pertanian, memperoleh lahan untuk pembanguan gedung atau untuk memperluas kota, ataupun untuk sarana transportasi. Reklamasi umumnya menyangkut wilayah laut, baik laut dangkal maupun dalam. Proyek reklamasi juga dapat dilakukan pada daerah rawa-rawa yang dapat digunakan untuk keperluan pembangunan proyek industri.

Daerah Pelaksanaan Reklamasi Pantai

Perencanaan Kota (2013) memaparkan pelaksanaan reklamasi pantai dibedakan menjadi tiga yaitu:
  • Daerah reklamasi yang menyatu dengan garis pantai semula
Kawasan daratan lama berhubungan langsung dengan daratan baru dan garis pantai yang baru akan menjadi lebih jauh menjorok ke laut. Penerapan model ini pada kawasan yang tidak memiliki kawasan dengan penanganan khusus atau kawasan lindung seperti kawasan permukiman nelayan, kawasan hutan mangrove, kawasan hutan pantai, kawasan perikanan tangkap, kawasan terumbu karang, padang lamun, biota laut yang dilindungi - kawasan larangan ( rawan bencana ) dan kawasan taman laut.
  • Daerah reklamasi yang memiliki jarak tertentu terhadap garis pantai.
Model ini memisahkan (meng-“enclave”) daratan dengan kawasan daratan baru, tujuannya yaitu :
  1. Menjaga keseimbangan tata air yang ada
  2. Menjaga kelestarian kawasan lindung (mangrove, pantai, hutan pantai, dll)
  3. Mencegah terjadinya dampak/ konflik sosial
  4. Menjaga dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial (biota laut, perikanan, minyak )
  5. Menghindari kawasan rawan bencana 
  • Daerah reklamasi gabungan dua bentuk fisik (terpisah dan menyambung dengan daratan)
Suatu kawasan reklamasi yang menggunakan gabungan dua model reklamasi. Kawasan reklamasi pada kawasan yang potensial menggunakan teknik terpisah dengan daratan dan pada bagian yang tidak memiliki potensi khusus menggunakan teknik menyambung dengan daratan yang lama. 

Dampak Reklamasi Pantai

Dampak yang paling dominan dari kegiatan reklamasi adalah diharapkan kebutuhan akan lahan akan terpenuhi. Selain dampak fisik, reklamasi pantai akan berdampak terhadap aktivitas sosial, lingkungan, hukum, ekonomi dan bahkan akan memacu pembangunan sarana prasarana pendukung lainnya. 

Namun kegiatan reklamasi disisi lain juga dapat menimbulkan dampak negatif, misalnya meningkatkan potensi banjir, kerusakan lingkungan dengan tergusurnya pemukiman nelayan dari pemukiman pantai. 

 Untuk menghindari dampak tersebut di atas, maka dalam perencanaan reklamasi harus diawali dengan tahapan - tahapan, diantaranya adalah kegiatan konsultasi publik yaitu kegiatan untuk menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan reklamasi ke seluruh stakeholder terkait atau pemakai kawasan pantai. Disamping kegiatan tersebut perlu dilakukan pula perencanaan reklamasi pantai yang benar dengan dasar akademik dan data-data primer atau survey lapangan.

Sistem Reklamasi Pantai

Ada beberapa sistem yang menyangkut pertimbangan-pertimbangan untuk mencapai tujuan reklamasi, kondisi dan lokasi lahan, serta ketersediaan sumber daya. Beberapa sistem tersebut adalah sebagai berikut:
  • Sistem kanalisasi
Yaitu membuat kanal-kanal atau saluran drainase ( kondisi tertentu dilengkapi pintu ) bertujuan untuk menurunkan muka air sehingga lahan bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh adalah perkebunan kelapa sawit di daerah gambut.
  • Sistem Polder
Dalam sistem polder melingkupi suatu lahan basah (genangan) dengan tanggul yang diusahakan kedap air dan menurunkan tinggi muka air tanah di dalam areal tersebut, selanjutnya mengendalikan tinggi muka air supaya selalu berada di bawah ambang batas yang dikehendaki, sehingga lahan cukup kering dan siap untuk dimanfaatkan untuk pertanian, perindustrian dan lain-lainnya. 
Keberhasilan dari sistem ini adalah menjaga atau mempertahankan kondisi muka air tanah sehingga diperlukan kemampuan pompa untuk mengatur muka air tersebut. Keuntungan sistem ini adalah volume tanah urugan sangat kecil terutama jika lahan tidak perlu ditinggikan. Kekurangannya adalah diperlukan biaya cukup besar untuk pembuatan tanggul, sistem kanal dan saluran serta sistem pompa. Selain itu diperlukan waktu yang cukup panjang untuk penyiapan lahan reklamasi tersebut.
Sistem Polder ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
  • Polder Dalam
Air yang disedot dari polder tidak langsung dibuang ke laut akan tetapi ke waduk-waduk tampungan atau ke suatu saluran yang ada di luar polder untuk kemudian dialirkan ke laut.
  • Polder Luar
Air dari polder langsung dibuang ke laut
  • Sistem Urugan
Sistem reklamasi dengan jalan mengurug lahan yang akan direklamasi kemudian diikuti dengan langkah-langkah perlindungan dari sistem perbaikan tanahnya ( tanah urug reklamasi ). Sistem ini berkembang didukung dengan berbagai jenis alat-alat besar seperti alat penggalian tanah, alat pengambilan dan pengeruk tanah, alat-alat transport, perlengkapan penebaran bahan-bahan tanah urug, dan alat perlengkapan pemadatan tanah. Pada sistem ini dibedakan dua macam cara kerja yaitu:
HYDRAULIC FILL: Dibuat tanggul terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pengurugan.
BLANKET FILL: Tanah di urug lebih dahulu baru kemudian tanggul atau sistem perlindungan dibuat belakangan. 
sistem reklamasi
Hydraulic Fill
sistem reklamasi
Blanket Fill

Material Urugan Reklamasi

Dalam Pekerjaan reklamsi dengan urugan, ada beberapa aspek yang dipertimbangkan yaitu antara lain: jenis material, volume kebutuhan material, lokasi sumber material, waktu yang tersedia dan biaya sehingga akan berpengaruh pada metode pelaksanaan dan peralatan yang digunakan.
  • Material Pasir
Material urugan yang baik umumnya berupa pasir dengan kandungan pasir halus tidak melebihi 15%, Sedangkan untuk dasar tanggul dan untuk permukaan dasar tanah yang lembek, maka persyaratannya lebih baik lagi yaitu bandingan fraksi halusnya < 10%. Analisis material diambil dari hasil pemboran dan hasilnya menunjukkan :
- Plastisitas : Sebaiknya Plastisitasnya kecil ( <10% )
- Kohesivitas : Sebaiknya kecil ( 1,5 s/d 5 kgf/cm² )
- Sudut geser dalam : Sebaiknya besar ( 45º s/d 50º )
- Berat Jenis : ± 2,6 kg/cm².
- Permeabilitas : 1 x 10-4 cm/detik.
  • Material Batu
Material ini terutama digunakan sebagai konstruksi perlindungan daerah yang akan direklamasi antara lain yaitu: Dengan tumpukan batu ( Rubble Mound ) jenis batu yang digunakan umumnya merupakan batuan beku karena batuan ini memiliki nilai ketahanan yang tinggi terhadap proses erosi dan pelapukan.
  • Material Tanah
Sebagai material reklamsi tanah umumnya lebih banyak digunakan sebagai material penutup pada bagian paling atas suatu timbunan ( Soil Cover ). 

Sumber Material

Kebutuhan material bahan timbunan reklamasi yang akan digunakan umumnya meliputi jumlah jutaan ton dan diusahakan letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi lahan reklamasi. Lokasi sumber
material dapat berada di daratan ( on shore ) maupun yang bersumber dari dasar laut. 
  • Sumber Material Daratan
Sumber material daratan dapat berupa bukit atau deposit datar. Sumber material yang berupa bukit umumnya berupa batuan beku (Andesit) dan tanah urugan (Soil Cover). Sedangkan sumber material deposit datar pada umumnya berupa material pasir ( endapan alluvial ). Sumber material dari bukit dapat digali dengan wheel – dredger, yaitu alat pengeruk yang mana pengerukannya terpasang pada suatu roda yang diputar. Sedangkan yang dari deposit datar digali dengan mempergunakan jenis alat penggalian seperti excavator. Bahan yang sudah digali dengan wheel-dredger, kemudian diangkut ke tempat (terminal) pemuat dengan menggunakan ban berjalan (belt conveyor). Sebagai tempat penampungan biasanya mempergunakan tongkang berukuran besar baru kemudian diangkut ke lokasi lahan reklamasi menggunakan tongkang - tongkang kecil. 
  • Sumber Material di Laut
Sebagai alternatif bahan timbunan diambil dari sumber yang berlokasi di laut yaitu berupa pasir endapan di dasar laut. Pengambilan pasir endapan tersebut untuk kapasitas besar menggunakan cutter suction dredger yang dimuatkan di kapal itu sendiri (hopper dredger) atau ketongkang kemudian dibawa ke lokasi dimana material tersebut dipompakan kelahan yang akan di urug. Selain itu pengambilannya bisa menggunakan grab-dredger yang dipasang di atas suatu tongkang besar.

Macam Bangunan Pelindung Reklamasi Pantai

Perlindungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes maupun karang laut ataupun lamun yang tumbuh secara alami. Perlindungan pantai dengan bantuan manusia dapat berupa struktur bangunan pengaman pantai, penambahan timbunan pasir, dan mangrove yang tumbuh secara alami pada daerah pantai. Bangunan Pantai digunakan untuk melindungi lahan reklamasi terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus yang dapat menyebabkan erosi.
Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk melindungi lahan reklamasi , yaitu :
  1. Memperkuat atau melindungi lahan reklamasi agar mampu menahan serangan gelombang
  2. Mengubah laju transport sediment sepanjang lahan reklamasi pantai
  3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke lahan reklamsi.
  4. Menambah suplay sediment.
Sesuai dengan fungsinya tersebut diatas, bangunan pengaman pantai dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok yaitu :
  • Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai. Misal seawall dan revetment
  • Konstruksi yang di bangun kira –kira tegak lurus pantai dan sambung ke pantai. Misal: groin, jetty dan breakwater.
  • Konstruksi yang dibangun di lepas dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Misal :breakwater. Bangunan yang termasuk dalam kelompok pertama adalah dinding pantai atau revetmen yang dibangun pada garis pantai atau di daratan yang digunakan untuk melindungi pantai langsung dari serangan gelombang.
Tipe bangunan pantai yang digunakan biasanya ditentukan oleh ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut, kedalaman air, dan ketersediaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan. Batu adalah salah satu bahan utama yang digunakan untuk membuat bangunan. Mengingat jumlah yang diperlukan sangat besar maka ketersediaan batu di sekitar lokasi pekerjaan harus diperhatikan. 

Faktor penting lainnya adalah karakteristik dasar laut yang mendukung bangunan tersebut di bawah pengaruh gelombang. Tanah dasar (pondasi bangunan) harus mempunyai daya dukung yang cukup sehingga stabilitas bangunan dapat terjamin. 

Pada pantai dengan tanah dasar lunak, dimana daya dukung tanah kecil, maka konstruksi harus dibuat ringan ( memperkecil dimensi ) atau memperlebar dasar sehingga bangunan berbentuk trapesium (sisi miring) yang terbuat dari tumpukan batu atau block beton. 

Bangunan berbentuk trapesium mempunyai luas alas besar sehingga tekanan yang ditimbulkan oleh berat bangunan kecil. Apabila daya dukung tanah besar maka dapat digunakan pemecah gelombang sisi tegak. Bangunan ini dapat dibuat dari buis beton atau block beton yang ditumpuk atau berupa kaison.

MENGENAL PENYULUH PERIKANAN



Selamat Datang dan salam sejahtera bagi kita semua. Sahabat Penyuluh Perikanan yang saya hormati, postingan kali ini Penyuluh perlu berbagi untuk memperkenalkan kepada sahabat semua, Mungkin sahabat semua ingin tahu, untuk itu silahkan baca.

MENGAPA DIPERLUKAN PENYULUHAN PERIKANAN?
  1. Penyuluhan hak asasi warga negara Republik Indonesia;
  2. Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat mengentaskan masyarakat dari kemiskinan serta menjaga kelestarian lingkungan;
  3. Untuk lebih meningkatkan peran sektor Kelautan dan Perikanan, diperlukan SDM yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis
  4. Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan.
APA PENGERTIAN PENYULUHAN ITU
  1. Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan, dapat diartikan sebagai suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal bagi pelaku utama dan/atau pelaku usaha beserta keluarganya.
  2. Penyuluhan perikanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka tahu, mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup;
APA YANG MENJADI TUJUAN DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
  1. Memperkuat pengembangan kelautan dan perikanan, yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan
  2. Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;
  3. Memberikan kepastian bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan luas ke depan, berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan kelautan dan perikanan
  4. Memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan; dan
  5. Mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan kelautan dan  perikanan





  1. PENYULUH PEGAWAI NEGERI SIPIL adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup kelautan dan perikanan,  untuk melakukan kegiatan penyuluhan.
  2. PENYULUH SWASTA adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi di bidang penyuluhan.
  3. PENYULUH SWADAYA adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.
  4. PENYULUH NON FUNGSIONAL.Pegawai negeri sipil bukan pejabat penyuluh fungsional yang ditetapkan  oleh pejabat yang berwenang untuk  melaksanakan tugas penyuluhan perikanan
  5. PENYULUH TENAGA KONTRAK.Tenaga profesional yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan tugas penyuluhan perikanan dlm suatu ikatan kerja selama jangka waktu tertentu
  6. PENYULUH KEHORMATAN.Seseorang yang bukan petugas penyuluh perikanan yang karena jasanya diberi penghargaan sebagai Penyuluh Kehormatan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan Wakil Masyarakat.
Demikian semoga bermanfaat, mengenal penyuluh perikanan Untuk lebih memahami tentang perikanan tangkap silahkan untuk berkunjung ke Perikanan dan Kelautan

KERJASAMA PERIKANAN THAILAND DAN INDONESIA

Indonesia Berhasil Menyelesaikan Negosiasi Kesepakatan
Kerja Sama Perikanan dengan Thailand

Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Gellwyn Jusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, bersama Kementerian Luar Negeri R.I. yang didampingi oleh perwakilan Pemerintah RI di Bangkok (KBRI) berhasil menyelesaikan negosiasi Memorandum Saling Pengertian (MSP) Kerjasama Bilateral di Bidang Perikanan dengan Pemerintah Thailand. MSP tersebut merupakan hasil pembahasan intensif pada pertemuan informal dengan Direktur Jenderal Perikanan Thailand dan Perwakilan Pemerintah Thailand pada tanggal 30 Juli 2013, di Bangkok-Thailand.


Draft MSP yang telah disepakati kedua belah pihak diharapkan dapat ditandatangani oleh Para Menteri yang menangani Perikanan dihadapan Kedua Pimpinan Negara Indonesia dan Thailand pada saat Pertemuan Puncak Para Pimpinan APEC (APEC Leaders' Summit).


Melalui penandatanganan MSP tersebut, akan memperkuat upaya Pemerintah Indonesia dalam mendukung pembangunan di sektor perikanan melalui program industrialisasi perikanan yang saat ini tengah gencar-gencarnya dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

MSP ini juga diharapkan dapat memperkuat berbagai upaya pengingkatan investasi usaha perikanan di dalam negeri, khususnya pemberantasan praktek-praktek penangkapan ikan yang tidak sah (Illegal Fishing) yang dilakukan oleh kapal-kapal berbendera asing. 

MSP juga menegaskan klausul yang terkait dengan pengembalian Anak Buah Kapal (ABK) dan nelayan dari kapal-kapal berbendera Thailand yang tertangkap jika melakukan penangkapan ikan secara ilegal (IUU Fishing) di wilayah perairan Indonesia, pemulangan ABK dan nelayan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara bendera.

Dalam rangka pemberantasan IUU Fishing tersebut, kedua negara lebih lanjut menyepakati perlunya pertukaran data dan informasi, khususnya terkait dengan data ekspor dan impor produksi perikanan, data pendaratan ikan, registrasi kapal dan data penghapusan sertifikat negara asal kapal (Deletion Certificate). 

Disamping itu, kedua negara juga sepakat untuk menunjuk otoritas kompeten dan melaksanakan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) yang diperluas tidak hanya untuk produk-produk perikanan hasil tangkapan di laut yang akan di re-eksporke Uni Eropa, tetapi penerapan SHTI akan juga meliputi semua produk yang diekspor Indonesia ke Thailand. 

Melalui pelaksanaan mekanisme-mekanisme tersebut diharapkan dapat diketahui dengan pasti ketertelusuran data kapal perikanan serta menjamin produk asal ikan yang didaratkan oleh kapal-kapal perikanan tersebut bukan merupakan hasil dari kegiatan IUU Fishing.

Lebih lanjut, dalam rangka peningkatan investasi usaha perikanan di Indonesia, MSP tersebut juga akan memperkuat berbagai upaya peningkatan kapasitas (capacity building) yang telah dilakukan, antara lain melalui pelaksanaan program-program peningkatan kapasitas dan keterampilan nelayan. 

Melalui area kerjasama ini, diharapkan para nelayan tersebut tidak hanya terampil dalam melakukan penangkapan ikan di laut, tetapi juga sekaligus dapat menjaga penanganan mutu ikan yang baik dari penangkapan sampai dengan didaratkan, sehingga dapat menjamin mutu suplai bahan baku ikan ke industri-industri pengolahan ikan di Indonesia.

Penyelesaian negoisasi MSP ini merupakan sebuah pencapaian positif dan langkah maju yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia, khususnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengingat penyelesaian negoisasi kesepakatan telah tertunda cukup lama sejak tahun 2006. Hasil yang menggembirakan ini seolah melengkapi pencapaian positif yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di bidang Kerjasama Perikanan. 

Hal ini mengingat pada bulan Mei 2013, proses negoisasi MSP yang sama dengan negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) juga telah berhasil diselesaikan dan Memorandum Saling Pengertian tersebut juga akan ditandatangani pada saat pertemuan APEC Leaders' Summit. 

Disamping itu, pada bulan sebelumnya Juni 2013, Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Gellwynn Jusuf, juga telah berhasil memperjuangkan diterimanya Indonesia sebagai negara Cooperating Non-Member (CNM) pada Organisasi Perikanan Tuna Regional Inter American Tropical Tuna Commission (IATTC). 

Dengan masuknya Indonesia sebagai CNM tersebut, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperluas wilayah penangkapan ikannya ke laut lepas dengan turut memanfaatkan sumber daya perikanan tuna di wilayah Samudera Pasifik Bagian Timur, setelah terlebih dahulu akan mendaftarkan armada penangkapan ikan ke organisasi tersebut.

Melalui berbagai pencapaian positif ini, kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat memperkuat berbagai upaya Pemerintah dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan, sehingga pada akhirnya dapat berkontribusi pada keberlanjutan pembangunan sumber daya dan usaha perikanan guna peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia.  

BUDIDAYA PATIN MENUJU ERA INDUSTRIALISASI


Potensi lahan dan sumberdaya di Indonesia untuk budidaya patin sangat bisa diandalkan untuk dapat menyamai produksi patin di Vietnam, bahkan apabila kita bisa memanfaatkan dan menerapkan teknologi yang kita miliki, produksi patin Indonesia bisa melebihi Vietnam. Seperti Sungai Mekong di Vietnam, Sungai Batanghari di Jambi akan mampu menjadi salah satu sentra produksi patin di Indonesia”,

demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pada saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupatan Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, Jum’at (3/5).


Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah salah satu Kabupaten di wilayah provinsi Jambi yang terletak di pantai timur Sumatera. Sebagai salah satu wilayah yang dilalui oleh aliran Sungai Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki potensi untuk pengembangan budidaya patin. 


“Salah satu sistem budidaya ikan patin yang dapat dikembangkan di wilayah kabupaten ini adalah sistem budidaya ikan patin kolam dalam pasang surut. Sistem ini memanfaatkan adanya pasang dari sungai batanghari untuk mengisi kolam di sepanjang aliran sungai sekaligus melakukan pergantian air pada saat surut. Dengan adanya dua kali pasang surut di sungai batanghari, maka kualitas air kolam akan terjaga sehingga ikan patin tumbuh lebih cepat”, ungkap Slamet.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) akan mengembangkan budidaya patin dengan sistem tersebut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lokasi yang akan dijadikan percontohan terletak di Kecamatan Sabak Timur. 

Bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, DJPB akan mencetak 1 hektar lahan menjadi dua kolam percontohan patin kolam dalam dengan sistem pengairan pasang surut. “Tujuan dari percontohan ini adalah menerapkan sistem budidaya baru dengan memanfaatkan teknologi dan sumberdaya alam yang ada di Jambi, dengan tujuan akhir peningkatan produksi patin”, tambah Slamet.

Serapan produksi patin di provinsi Jambi saat ini cukup terbantu dengan adanya Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang memiliki kapasitas pengolahan patin sebesar 5 ton per hari. Apabila kapasitas ini sudah terpenuhi, pemerintah propinsi Jambi mempunyai rencana untuk mengembangkan UPI di sekitar lokasi pengembangan budidaya patin kolam dalam dengan sistem pasang surut, sehingga akan mempermudah akses pemasaran hasil produksi patin.

Menuju Industrialisasi
Patin yang merupakan salah satu komoditas utama dalam program industrialisasi perikanan budidaya akan terus dipacu peningkatan produksinya dari tahun ke tahun. 

“Produksi patain harus terus ditingkatkan,melimpahnya sumberdaya perairan seperti sungai, danau, waduk maupun perkolaman, kegemaran masyarakat yang suka mengkonsumsi ikan patin serta peluang pasar ekspor yang cukup besar, menjadikan patin sebagai komoditas yang pantas dikembangkan dan dibesarkan melalui program industrialisasi” jelas Slamet.

Untuk mendukung peningkatan produksi patin, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah ketersediaan pakan, induk unggul dan benih bermutu. “Untuk Induk dan benih, Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi telah mengembangkan benih patin siam yang produksinya bagus dan dagingnya putih. 

Hal itu berbeda dengan daging patin lokal yang cenderung berwarna merah” ungkap Slamet. Sedangkan untuk pakan, Pemerintah propinsi Jambi berencana untuk membangun pabrik pakan untuk mendukung ketersediaan pakan, khususnya untuk wilayah Jambi. Slamet menambahkan bahwa ini merupakan wujud kepedulian dari pemerintah daerah terhadap perkembangan perikanan budidaya dan juga terhadap kesejahteraan para pembudidaya.

Kerjasama pembangunan pabrik pakan ini akan melibatkan pemerintah baik pusat maupun daerah, Asosiasi Pembudidaya Patin Jambi (AP2J), Swasta dan juga perbankan. “Sinergi dan kerjasama ini akan terus dijalin untuk bersama memberikan yang terbaik bagi kemajuan perikanan budidaya dan mendorong pada peningkatan kesejahteraan masyarakat”, pungkas Slamet.

Sumber Berita:

HAL INILAH YANG DI BUTUHKAN PERIKANAN INDONESIA

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memerlukan terobosan dalam mengoptimalkan realisasi konsep industrialisasi perikanan di Indonesia.


"Dengan konsep baru industrialisasi perikanan kita memerlukan tenaga, aksi, dan terobosan-terobosan," 


Sharif dalam berbagai kesempatan kerap memperkenalkan konsep industrialisasi perikanan yang menjadi konsep utama yang dikemukakannya setelah menggantikan posisi Fadel Muhammad.

Menurut dia, dalam industrialisasi kelautan dan perikanan, keterkaitan antara hulu tidak berjalan baik bila tidak ada daya tarik dari industri di hilir, yaitu di pengolahan dan pemasaran.

"Perbaikan hulu hingga hilir dilakukan untuk meningkatan daya saing produk perikanan. Sinergitas pemerintah pusat, pemda, swasta maupun masyarakat menjadi kunci sukses dalam upaya peningkatan daya saing tersebut," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional KKP di Jakarta, 7 Februari.

PERIKANAN INDONESIA
PERIKANAN INDONESIA
Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa KKP ingin meletakkan para pelaku usaha bidang kelautan dan perikanan sebagai subjek yang memberdayakan komoditas kelautan dan perikanan dan bukannya sebagai objek.

Menurut Sharif, konsep industrialisasi perikanan yang dia lontarkan bertujuan untuk menciptakan nilai tambah sehingga bisa mengakselerasi peningkatan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya.

Bila dikelola dengan tepat dan baik, lanjutnya, maka dipastikan terdapat potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat melimpah yang juga dapat digunakan sebagai motor penggerak roda perekonomian daerah maupun nasional.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan juga memandang perlunya upaya terpadu berbagai pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta maupun masyarakat.

"Dengan kata lain, daya saing harus dibangun berdasarkan atas keterpaduan dan keterlibatan semua `stakeholder` (pemangku kepentingan)," katanya.

Belum optimal

Namun, Sharif juga mengungkapkan bahwa pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan saat ini belum optimal dan masih banyak kendala yang ditemukan, baik di hulu maupun di hilir.

Karena itu, kebijakan dan strategi KKP dalam pembangunan industrialisasi diarahkan antara lain untuk mendorong percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan melalui program peningkatan kehidupan nelayan.

Selain itu, KKP juga akan mendorong perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan kelautan dan perikanan di tiga koridor ekonomi (Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku-Papua) serta merumuskan perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan pada tahun 2013 yang dititikberatkan pada industrialisasi kelautan dan perikanan.

Sharif juga merombak sejumlah pejabat eselon satu untuk dapat mengoptimalkan kinerja kementerian yang dipimpinnya dalam merealisasikan konsep industrialisasi perikanan tersebut.

Menurut dia, "tour of duty" atau pemindahan posisi seseorang di dalam jabatan struktural dengan alasan lebih dibutuhkan di tempat yang lain dinilai merupakan hal yang biasa di dalam pemerintahan.

Terdapat tujuh pejabat baru yang dilantik di KKP, antara lain Heriyanto Marwoto sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap menggantikan Dedy Heryadi Sutisna yang menjadi Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, dan Saut Parulian Hutagalung sebagai Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menggantikan Victor PH Nikijuluw yang menjadi Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik.

Selain itu, terdapat pula Slamet Soebjakto sebagai Dirjen Perikanan Budidaya menggantikan Ketut Sugama, dan Rizal Max Rompas sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan menggantikan Endhay Kusnendar.


Prioritaskan enam komoditi

Ketika ditemui seusai pelantikan, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP yang baru, Saut Hutagalung, mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan sebanyak enam komoditas hasil kelautan dan perikanan untuk didahulukan pada tahun 2012 ini.

Saut mengatakan penetapan sebanyak enam komoditas unggulan itu bukan berarti bahwa komoditas lain tidak diperhatikan tetapi hal tersebut juga diakibatkan faktor keterbatasan anggaran.

Selain itu, lanjutnya, penetapan enam komoditas unggulan pada tahun 2012 juga dinilai akan membuat pihak KKP akan lebih fokus dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada KKP.

Sebanyak enam komoditas unggulan yang diprioritaskan oleh KKP tersebut adalah udang, tuna, rumput laut, lele, bandeng, dan patin.

Sedangkan secara keseluruhan, ujar dia, pihaknya akan memperkuat kemitraan dengan "stakeholder" atau pemangku kepentingan dan dengan berbagai kementerian terkait seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Perbaikan sistem logistik

Saut memaparkan, pihaknya sedang melakukan akselerasi industrialisasi perikanan sehingga tidak hanya di sektor hilir atau pengolahan tetapi juga di sektor hulu yaitu dengan memperbaiki sistem produksi ikan.

Sementara salah satu hal yang termasuk dalam akselerasi perikanan, lanjutnya, adalah dengan mendorong perbaikan sistem logistik yang berkaitan erat dengan masalah jaminan ketersediaan bahan baku.

Untuk saat ini, KKP telah membangun sejumlah sarana untuk memperbaiki sistem logistik itu di beberapa titik seperti "cold storage" atau tempat penyimpanan dingin.

Selain itu, Saut juga mengemukakan bahwa terdapat juga upaya untuk memperbaiki jalur transportasi atau seperti dengan menggunakan kapal atau pelayaran atau dengan menggunakan pesawat.

Ia mencontohkan, pengangkutan yang mesti menggunakan jalur udara adalah seperti pengangkutan ikan tuna segar yang ditangkap dari daerah pesisir Sumatera Barat yang akan dipasarkan ke wilayah DKI Jakarta.

Saut juga menegaskan bahwa pihaknya juga tidak hanya memperkuat sistem logistik nasional tetapi juga dalam melakukan harmonisasi dengan berbagai daerah di kawasan ASEAN atau Asia Tenggara apalagi mengingat adanya program Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara 2015.

Dirjen P2HP berpendapat, masalah utama di sektor perikanan yang mengakibatkan munculnya wacana kontroversi terkait impor perikanan dinilai lebih terletak pada permasalahan distribusi dari daerah surplus ke minus dan bukan terkait jumlah tangkapan.

"Masalah utama itu bukan ikan yang kurang, tapi distribusi yang tidak merata," katanya.

Saut mencontohkan, daerah yang dinilai surplus produksi antara lain terdapat di daerah perairan kawasan Indonesia bagian timur tetapi kebanyakan daerah pengolahan dan pasar sasaran terletak di Indonesia bagian barat.

Namun, menurut dia, membutuhkan banyak waktu untuk dapat menemukan berbagai solusi terkait persoalan hal tersebut seperti melakukan perbaikan infrastruktur jalur pelayaran dari timur ke barat.

"Mungkin untuk penumpang ada pelayaran reguler, tetapi untuk barang-barang masih susah," katanya.

Untuk itu, ia juga mengemukakan bahwa pihaknya juga sedang mengembangkan sistem logistik ikan nasional yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan agar distribusi dari produksi perikanan di Indonesia dapat lebih merata dengan mengangkut ikan dari sentra-sentra penangkapan perikanan yang surplus.


Importasi dan armada

Mengenai kontroversi permasalahan importasi ikan, Saut mengatakan bahwa hal tersebut merupakan upaya terakhir bila jumlah produksi ikan nasional tidak mencukupi pada periode waktu tertentu yang paceklik seperti pada berbagai musim yang minim terjadi penangkapan.

"Kementerian harus membantu ketersediaan bahan baku (perikanan) ini," katanya.

Ia mencontohkan, pada bulan Januari-Februari ini terdapat gelombang besar yang mengakibatkan banyak kapal nelayan yang tidak melaut atau tidak melakukan penangkapan seperti biasanya.

Karena itu, ujar dia, KKP juga harus memikirkan tentang ketersediaan pasokan bahan baku agar operasionalisasi berbagai industri di sektor perikanan juga masih dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu, terkait masalah armada kapal, Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja mengungkapkan, hanya sekitar 0,6 persen dari armada kapal nelayan di seluruh Indonesia yang memiliki bobot di atas 30 grosston (GT) atau memiliki potensi dan kapabilitas berlayar hingga ke lautan lepas.

"Dari sebanyak 590 ribu kapal di Indonesia, hanya sekitar 4.000 kapal yang berbobot di atas 30 GT," kata Sjarief Widjaja, dalam acara bedah buku "Transformasi Nelayan: Formula Membangun SDM Kelautan dan Perikanan" di Jakarta, Jumat (24/2).

Sebagai perbandingan, ujar Sjarief Widjaja, Vietnam memiliki jumlah armada kapal sebanyak 35.000 unit kapal. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 24.000 unit kapal yang berbobot di atas 30 GT.

Menurut Sjarief, hanya kapal berbobot 30 GT yang memiliki kemampuan untuk menangkap hasil perikanan hingga ke laut lepas sedangkan kapal di bawah itu lebih sesuai di daerah pesisir.

Ia menyayangkan mengenai hal ini karena sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya nelayan yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia yaitu sebanyak 2,7 juta orang.

Namun, ujar dia, dari sebanyak 2,7 juta nelayan itu sebagian besar hanya mampu melaut di daerah pesisir tetapi hanya sedikit sekali nelayan yang memiliki kapal yang mampu menangkap ikan hingga ke laut lepas.

"Pengalaman negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China adalah jumlah nelayan dan armada mereka tidak besar tetapi mereka mempunyai kapasitas `sailormanship` (kepelautan) yang lebih tinggi dari kita," katanya.

Bahkan, masih menurut Sjarief, negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam juga memiliki jiwa kepelautan yang lebih tinggi meski jumlah nelayan yang mereka miliki lebih sedikit tetapi banyak dari mereka yang "bertanding" dalam mencari ikan hingga ke daerah laut lepas.

Untuk itu, ia mengemukakan bahwa pihaknya akan mengembangkan dua strategi yaitu meningkatkan kemampuan sumber daya nelayan agar tidak hanya dapat lebih trampil dalam mengoperasikan kapal berbobot besar tetapi juga agar memiliki jiwa kepelautan yang tinggi antara lain agar dapat tahan tinggal di laut lepas hingga selama periode jangka waktu berbulan-bulan.

Selain itu, strategi lainnya mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan agar mereka juga dapat memiliki penghasilan saat paceklik.